Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia bersama dengan PT Gedhe Ultimate Innovation (GUI) resmi membuka babak baru dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat di kawasan transmigrasi. Inisiatif kolaboratif ini secara khusus mendorong penerapan pendekatan kewirausahaan sosial (sociopreneurship) yang menyasar para pelaku usaha dan penggerak ekonomi yang berasal dari Kawasan Transmigrasi Mesuji.
Kegiatan strategis ini dijadwalkkan berlangsung selama tiga hari, mulai 14 hingga 16 Oktober 2025, bertempat di Hotel Sapadia, Tulang Bawang, Lampung. Program ini merupakan langkah transformatif untuk mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat. Alih-alih mengandalkan model bantuan konvensional, inisiatif ini berfokus pada penguatan kelembagaan ekonomi lokal agar menjadi mandiri dan berkelanjutan.
Sebanyak seratus perwakilan lembaga ekonomi lokal Mesuji dipastikan hadir dalam acara tersebut, termasuk pengurus koperasi dan perwakilan kelompok tani. Kawasan Transmigrasi Mesuji sendiri dikenal sebagai sentra produksi komoditas pangan dan perkebunan yang penting, termasuk lumbung padi, ketela, sawit, karet, dan berbagai jenis buah-buahan. Potensi agribisnis yang luar biasa ini menjadi landasan utama inisiatif tersebut.
Komisaris PT GUI, Sutardjo Ps, menjelaskan bahwa kerja sama ini merupakan respons atas keinginan kuat untuk mengelola potensi agribisnis di Mesuji secara optimal. Meskipun memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, para pelaku ekonomi dan petani di sana masih menghadapi tantangan serius, terutama terkait kelemahan kelembagaan.
“Potensi Mesuji sangat luar biasa. Namun, pekerjaan rumah mendesak yang perlu dituntaskan adalah penguatan kelembagaan ekonomi mereka. Tanpa lembaga yang kuat, petani akan selamanya berada di ujung rantai pasok yang paling rentan,” ujar Sutardjo, dalam keterangannya, Sabtu (11/10/2025).
Lebih lanjut, Sutardjo menyoroti ketidakadilan struktural dalam rantai pasok. Data di lapangan menunjukkan bahwa petani sering kali hanya menerima kurang dari 40% dari harga jual akhir produk mereka. Masalah ketimpangan struktural ini tidak hanya terjadi di Mesuji, tetapi telah menjadi permasalahan sistemik di tingkat nasional.
“Fakta di lapangan juga menunjukkan hal tersebut diperparah oleh skala produksi perorangan yang terbatas, sulitnya akses terhadap modal formal, serta krisis regenerasi petani yang secara serius mengancam masa depan sektor pertanian nasional,” tambahnya.
PT GUI Tawarkan Solusi Model Bisnis Sosiopreneur
Menurut Sutardjo, masalah sistemik dan struktural ini menuntut hadirnya solusi model bisnis baru yang dapat berpihak secara adil kepada produsen di hulu. Solusi tersebut, menurut PT GUI, adalah melalui model kewirausahaan sosial (sociopreneurship).
Direktur PT GUI, Yossy Suparyo, menjelaskan model ini secara fundamental mendorong lembaga-lembaga ekonomi, seperti koperasi dan kelompok tani, untuk bertransformasi. Mereka didorong menjadi entitas bisnis yang sehat secara finansial, tetapi dengan misi sosial yang kuat dan terintegrasi.
“Sosioenterpreneur menempatkan laba usaha tidak semata-mata untuk keuntungan individu atau pemegang saham, melainkan diinvestasikan kembali guna menyelesaikan masalah kolektif komunitas, misalnya untuk membangun unit pengolahan pascapanen, menciptakan pasar bersama, atau membiayai pelatihan anggota,” papar Yossy.
Ia menambahkan bahwa pendekatan sociopreneurship ini akan menciptakan blended value, di mana keuntungan ekonomi berjalan seiring dengan dampak sosial yang terukur dan signifikan, sehingga pada akhirnya dapat menumbuhkan martabat dan kesejahteraan komunitas.
Langkah strategis ini diharapkan menjadi awal dari transformasi menyeluruh bagi kelembagaan ekonomi di kawasan transmigrasi Mesuji. Inisiatif ini akan mendorong kelompok tani dan koperasi untuk berevolusi menjadi entitas bisnis sosial yang tangguh, inovatif, dan mampu menyejahterakan seluruh anggotanya secara berkelanjutan.




