Kelompok Tani Hutan (KTH) di Indonesia seringkali berada dalam posisi paradoks. Di satu sisi, mereka memiliki kekayaan ekologis yang luar biasa melalui pengelolaan hutan desa yang beragam komoditas—mulai dari padi, jagung, pisang, jinitri, karet, kayu putih, hingga peternakan. Namun, di sisi lain, keragaman ini justru menjadi kelemahan ekonomis ketika dikelola secara individu. Volume panen yang terpencar dan skala produksi yang kecil membuat posisi tawar petani lemah di hadapan pasar.
Menjawab tantangan ini, transformasi kelembagaan melalui Koperasi Produksi dengan model Koperasi Multipihak (KMP) bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan strategis. Model koperasi konvensional seringkali terjebak pada homogenitas anggota yang memiliki keterbatasan modal dan keahlian manajerial. Sementara itu, KMP mampu menyatukan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang berbeda peran ke dalam satu payung hukum yang legal.
Dalam konteks KTH, KMP menawarkan solusi struktural dengan membagi anggota ke dalam tiga pilar utama: Kelompok Petani sebagai produsen, Kelompok Investor sebagai pemilik modal, dan Kelompok Manajemen sebagai tenaga profesional. Pemisahan peran ini menciptakan profesionalisme yang selama ini hilang di tingkat petani. Petani tidak lagi dipaksa menjadi pedagang atau akuntan; mereka cukup fokus pada standarisasi produksi di lahan. Sementara itu, urusan pemasaran, pembukuan, dan pengembangan bisnis diserahkan kepada manajemen profesional yang digaji secara layak.
Strategi Bisnis: Agregasi dan Hilirisasi
Salah satu ketakutan terbesar dalam berkoperasi adalah terjadinya konflik kepentingan antara lembaga dengan anggotanya. Untuk itu, KMP harus menerapkan strategi bisnis yang tegak lurus: koperasi melakukan apa yang tidak mampu dilakukan petani secara individu. Koperasi tidak boleh sekadar menjadi perantara yang bersaing dengan pedagang kecil, melainkan harus masuk ke ranah agregasi (pengumpul) dan hilirisasi (pengolahan).
Sebagai ilustrasi, jika petani memanen pisang dan jagung, koperasi tidak boleh sekadar menjual pisang sisiran. Koperasi harus mendirikan unit pengolahan tepung pisang atau pabrik pakan ternak dari jagung. Pada komoditas karet dan kayu putih, koperasi berperan membangun unit penyulingan atau gudang asap, sehingga produk yang dijual ke pabrik besar bukan lagi bahan mentah, melainkan produk setengah jadi dengan nilai kontrak yang lebih tinggi. Dengan cara ini, koperasi bertindak sebagai off-taker (penjamin pasar) bagi anggotanya, menjamin kepastian harga dan pasar.
Struktur Organisasi yang Menjamin Keberlanjutan
Keberhasilan KMP sangat bergantung pada tata kelola organisasi yang rapi. Dalam skema KMP “Agroforestri Mandiri”, struktur dibagi menjadi dua level: Governance (Tata Kelola) dan Management (Operasional). Di level tata kelola, Dewan Pengurus merupakan representasi proporsional dari berbagai kelompok pihak untuk memastikan kebijakan yang adil. Namun, di level operasional, eksekusi bisnis dipimpin oleh seorang General Manager profesional yang membawahi divisi-divisi spesifik seperti Divisi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), Divisi Pangan, dan Divisi Peternakan Terpadu.
Pembagian unit usaha yang jelas ini memungkinkan efisiensi. Misalnya, Divisi Peternakan dapat memanfaatkan limbah pertanian dari Divisi Pangan untuk diolah menjadi silase pakan ternak, menciptakan siklus ekonomi sirkular yang menguntungkan.
Akses Permodalan dan Masa Depan Petani
Argumentasi terakhir yang menguatkan urgensi KMP adalah akses permodalan. Melalui pelibatan Kelompok Pihak Investor—baik individu, swasta, maupun BUMDes—koperasi mendapatkan suntikan modal segar tanpa harus membebani petani dengan simpanan yang tinggi. Investor mendapatkan dividen yang adil, manajemen mendapatkan insentif kinerja, dan petani mendapatkan harga jual yang stabil serta Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dengan manajemen yang profesional dan rantai pasok yang terintegrasi dari hulu ke hilir, koperasi menjadi entitas yang bankable di mata perbankan maupun lembaga pembiayaan seperti LPDB. Melalui model ini, KTH bertransformasi dari sekadar kumpulan petani gurem menjadi korporasi petani yang berdaulat, mandiri, dan mampu bersaing di pasar global. Koperasi Multipihak adalah jalan jalan logis untuk mengubah kekayaan alam hutan desa menjadi kesejahteraan nyata bagi masyarakatnya.



